Berbicara



MATERI KETERAMPILAN BERBICARA
Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa, di samping keterampilan menyimak,  membaca, dan menulis. Keempat keterampilan itu saling terkait satu dengan lainnya. Keterkaitan ini sering disebut dengan istilah Catur Tunggal. Ini berarti, ada kaitan yang erat antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, serta berbicara dengan membaca.
Kedudukan Berbicara dalam Kehidupan
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia akan dianggap manusia bila ia berinteraksi dengan lingkungan manusia. Mereka akan selalu hidup berkelompok mulai dari kelompok kecil, sampai kelompok yang besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka saling berinteraksi antara satu dengan lainnya.
Interaksi antar manusia ditopang dan didukung oleh alat komunikasi vital yang mereka miliki dan pahami bersama, yakni bahasa. Setiap ada kelompok manusia, pasti digunakan bahasa. Kenyataan ini berlaku baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Jelas dalam masyarakat dibutuhkan keterampilan berkomunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi tulisan banyak dilakukan oleh masyarakat modern.
Komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai cara. Secara garis besar dikenal dua cara, yakni komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarana. Komunikasi nonverbal menggunakan sarana gerak dan sandi, seperti bunyi, morse, warna, dan bendera. Komunikasi verbal dianggap bentuk komunikasi paling sempurna, efisien, dan efektif. Bentuk komunikasi verbal ini sendiri dibedakan atas komunikasi lisan dan tulisan.
Komunikasi lisan (berbicara) lebih sering terjadi dalam kehidupan manusia. Misalnya percakapan sehari-hari dalam lingkungan keluarga; percakapan antar anggota rukun warga; percakapan yang terjadi di pasar, debat publik pemilu, dialog melalui telepon, adu argumentasi antar mahasiswa, dan sebagainya.
Pengertian, Peranan, dan Tujuan Berbicara
Bahasa merupakan alat komunikasi vital yang dimiliki oleh manusia dan digunakan untuk berinteraksi antar sesamanya. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap ada kelompok manusia, pasti di tempat tersebut ada bahasa. Hal ini berlaku baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap manusia sebagai anggota masyarakat dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis agar dapat bersosialisasi dengan baik.
Secara umum dikenal dua cara berkomunikasi, yakni :
1.      Komunikasi  verbal
2.      Komunikasi non verbal

Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarana penyampaian makna/tujuan yang di kehendaki . Sedangkan, komunikasi non verbal memanfaatkan sarana non bahasa berupa gerak-gerik, ekspresi wajah, air muka atau hal lain seperti bunyi bel, sandi bendahara (morse), warna, gambar, dan sebagainya. Dari kedua car berkomunikasi tersebut komunikasi verbal dianggap lebih sempurna, efektif, dan efesien, bila di bandingkan dengan komunikasi non verbal.
Untuk dapat berkomunikasi verbal secara lisan (berbicara) dengan baik, dibutuhkan sejumlah persyaratan sebagai berikut.
1.      Pengirim               : Orang yang menyampaikan pesan
2.      Pesan                    : Isi pembicaraan
3.      Penerima              : Orang yang menerima pesan
4.      Media                   : Waktu, tempat, suasana, peralatan yang digunakan   dalam  
penyampaian pesan
5.      Interaksi               : Searah, dua arah, atau mulit arah
6.      Pemahaman          : Ada saling pengertian

Keberlangsungan suatu peristiwa komunikasi lisan sangat ditentukan oleh syarat terakhir, yaitu pemahaman. Artinya kemampuan si pengirim pesan sangat di tentukan oleh syarat terakhir, yaitu pemahaman. Artinya kemampuan si pengirim pesan menyampaikan pesan secara “sederhana”, mudah dimengerti dan kemampuan si pengirim pesan mamahami maksud si pengirim pesan sangat penting di perhatikan pada saat peristiwa komunikasi tersebut berlangsung. Dalam hal ini, ditinjau dari isi penerima pesan kualitas pemahamannya dapat di bagi atas tiga kategori yaitu:
1.      Baik            : Pesan yang dikirim agak mendekati pesan yan diterima
2.      Sedang       : Pesan yang diterima agak mendekati pesan yang dikirim
3.      Jelek           : pesan yang diterima hanya sedikit persamaanya dengan
                     pesan yang dikirim

Berdasarkan uraian tersebut, dapat di simpulkan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Pesan dan bahasa lisan merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya. Pesan atau isi berita disampaikan melalui media bahasa lisan kepada pendengar : “Medium is The Message”, “The heart of a communication is the message”, “Language is the communication” demikian ungkapan dan ucapan para ahli seperti Marrie M, Stewart, dan Kemuth Zimmir serta Marry dan Bonomo.
Adapun secara umum pembicara yang tampil di depan audience dapat dibedakan atas dua golongan yaitu :
1.      Golongan pembicara yang memiliki sesuatu untuk disampaikan.
2.      Golongan pembicara yang harus menyampaikan sesuatu kepada pendengarnya.

Oleh karena kedua golongan ini berbeda kategorinya tujuannya berbeda pula. Pembicara golongan pertama akan merinci tujuan pembicaranya sampai pada hal yang sekecil-kecilnya. Sedangkan pembicara golongan kedua, biasanya bertujuan sem,ata-mata memenuhi kewajiban saja.
Bila dianalisis, tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima golongan, yakni :
1.      Menghibur
2.      Menginformasikan
3.      Mensimulasi
4.      Meyakinkan
5.      Menggerakkan

Untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, petualangan dean sebginya. Humor yang original baik dalam gerakan, cara berbicara, maupun cara ,menggunakan kata/kalimat akan menawan perhatian para pendengar. Biasanya berbicara dengan tujuan seperti itu dilakukan oleh pelawak, pemain dagelan dan sebagainya.
Berbicara dengan tujuan menginformasikan, untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang ingin :
1.      Menjelasakan suatu proses
2.      Menguraikan, menfsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu
3.      Memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan
4.      Menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal atau pristiwa

Tidak jarang ditemukan seorang pembicara berupaya membangkitkan inspirasi, kemauan, atau minat pendengarnya untuk melakukan sesuatu, misalnya seorang guru berpidato memberikan nasehat kepad muridnya sehingga para murid tersebut berpacu mengerjakan tugas-tugas yang di berikanoleh guru dengan sebik-baiknya. Kegiatan seperti ini dapat diketegorikan sebagai berbicar untuk mensimulasi.
Selanjutnya, berbicara untuk meyakinkan bertujuan untuk meyakinkan pendengar tentang sesuatu. Dengan pembicaraan yang meyakinkan, sikap dan cara pandang pendengar dapat diubah misalnya dari sikap menolak beralih kepada sikap menerima dari tidak setuju berubah menjadi setuju bahkan emendukung secara penuh.
Demikian halnya dengan berbicara untuk meyakinkan. Pada bagian ini, pembicara berusaha membuat pendengar berempatik sehingga akhirnya mereka mau di buat, bertindakatau beraksi seperti yang di kehendakinya. Oleh sebab itu pembicara hendaknya merupakan figur yang berwenang, beribawa, panutan atau tokoh idola masyarakat.
Konsep Dasar Berbicara
Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembil;an hal, sebagai berikut :
·        Berbicar dan menyimak adalah dua kegiatan resikvokal, maksudnya kedua    kegiatan ini berbeda tetapi berkaitan erat tak terpisahkan, bagaikan dua sisi mata uang, yang satu sebagai kegiatan berbicara dan yang lainnya merupakan kegiatan menyimak. Kegiatan berbicara dan menyimak saling mengisi, saling melengkapi dan saling berganti. Pada satu saat pembicara beralih peran menjadi penyimak demikianpula ada kalnya penyimakberperan sebagai pembicara. Tidak ada artinya seorang pembicara tanpa pinyimak atau seorang penyimak tanpa pembicara.
·        Berbicara adalah prosesindividu berkomunikasi, maksudnya berbicara digunakan  sebagai sarana mengontrol lingkungan.
·     Berbicara ekspresif yang kretif, artinya berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide, tetapi juga sebagai alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru atau memanifestasikan kepribadian seseorang.
·   Berbicara adalah tingkah laku, maksudnya berbicara mampu mencerminkan (merefleksikan) kepribadian seseorang berbicara dapat direkam kepribadiannya secar umum.

Berbicara adalah tingkah laku yang di pelajari, maksudnya keterampilan berbicara merupakan keterampilan mekanitif, semakin banyak pelatihan akan semakin baik (makin dikuasai) oleh karena itu proses pelatihan keterampilan berbicara mencakup
Pelafalan
Pengontrolan suara
Pengendalian diri
Pengontrolan gerak-gerik tubuh
Pemilihan kata, kalimat dan pelafalannya
Pemakaian bahasa yang baik dan,
Pengorganisasian

·    Berbicara di simulasi oleh pengalaman, artinya kemampuan seseorang berbicar dipenuhi oleh kualitas dan kuantitas pengalaman yang dimilikinya. Semakin kaya pengalaman seseorangbiasanya akan semakin baik pula keterampilan berbicaranya. Sebaliknya orang yan miskin pengetahuan dan pengalamn akan mengalami kesukaran berbicara.
·        Berbicara untuk memperluas cakrawala, maksudnya selain untuk mengekspresikan ide, perasaan dan imajinasi, beribicara dapat pula digunakan untuk menambah pengetahuan dan menambah cakrawala pengalamna seseorang.
·    Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat, maksudnya lingkungan yang konduktif memberi peluang dan kesempatan pada anak untuk dilatih berbicara akan sangatmendukung keterampilan berbicara (kemampuan linguistik) anak. Sebaliknya, lingkungan yang tidak kondusif tidak memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk berlatih berbicara akan mengakibatkan anak menjadi pemalu, kaku dan kurang mampu mengekspresikan diri secara lisan.
·  Berbicara adalah pancaran kepribadian, maksudnya untuk mengidentifikasikan kepribadian sesorangdapat digunakan berbagai cara, satu diantaranya adalah berbicara. Kualitas setara, tinggi rendah, nada, dan kecepatan suara dapat di jadikan indikator keadaan emosional seseorang. Kestabilan atau kelabilan emosional dan kepribadian seseorang dapat di ketahui melalui cara bicaranya.

Jenis-jenis Berbicara
Pengklasifikasian berbicara beraneka ragam sesuai dengan landasan atau sudut pandang yang dipedomani. Ada beberapa landasan yang dapat dipedomani untuk mengklasifikasikan keterampilan berbicara, yakni :
1.      Situasi
2.      Tujuan
3.      Metode penyampaian
4.      Jumlah penyimak
5.      Pristiwa khusus

Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal (resmi). Didalam situasi formal, pembicara di tuntut untuk berbicara secara formal. Sedangkan situasi informal menghendaki pembicara berbicara secara tak resmi.
Menurut Logan, dkk. (1972:116), kegiatan berbicara formal mencakup :
1.      Ceramah
2.      Perencanaan dan penilaian
3.      Interview
4.      Prosedur parlementer, dan
5.      Bercerita

Selanjutnya Logan, dkk (1972:108) membedakan kegiatan berbicara informal diatas :
1.      Tukar pengalaman
2.      Percakapan
3.      Penyampaian berita
4.      Penyampaian pengumuman
5.      Bertelepon
6.      Pemberian petunjuk

Situasi berbicara juga berhubungan dengan tujuan berbicara. Seperti telah dikemukakan terdahulu, ada lima tujuan berbicara, yakni :
1.      Untuk menghibur
2.      Untuk menginformasikan
3.      Untuk menstimulasi
4.      Untuk meyakinkan, dan
5.      Untuk menggerakkan

Berbicara untuk menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Sedangkan untuk memberi informasi, menstimulasi, meyakinkan, dan menggerakkan lebih tepat didukung oleh suasana serius, tertib, hening bahkan terkadang menimbulkan kesan kaku.
Guna mencapai tujuan berbicara secara optimal, pembicara di tuntut menguasai berbagai metode penyampaian yang di sesuaikan dengan audience dan situasi berbicara. Ada empat metode (cara) penyampaian pesan (pembicaraan), yaitu:
1.      Penyampaian secara mendadak
2.      penyampaian berdasarkan catatan kecil
3.      penyampaian berdasarkan hafalan
4.      Penyampaian berdasarkan naskah

Berdasarkan keempat metode penyampaian tersebut, berbicara dibedakan atas empat jenis, yakni :
1.      Berbicara mendadak
2.      Berbicara berdasarkan catatan kecil
3.      Berbicara berdasarkan hafalan
4.      Berbicara berdasarkan naskah

Selain itu ditinjau dari jumlah penyimak berbicara dapat digolongkan atas tiga jenis, yaitu :
1.  Berbicara antar pribadi (berbicara empat mata), yakni apabila dua pribadi membicrarakan, mempersoalkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu, baik dalam suasana santai, akrab maupun serius
2.   Berbicara dalam kelompok kecil, yakni apabila seseorang pembicara menghadapi sekelompok kecil pendengar, misalnya tiga sampai lima orang
3.  berbicara dalam kelompok besar, yakni apabila seseorang pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar atau massa, baik homogen maupun heterogen

Pada kegiatan jenis berbicara tersebut, ada yang memiliki kekerapan mobilitas perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya, seperti pada berbicara antar pribadi dan berbicara dalam kelompok kecil, dan ada pula yang mobilitas perpindahan perannya relatif kecil bahkan tidak pernah terjadi, seperti berbicara da;lam kelompok besar
Selanjutnya dipilih dari pristiwa khusus yang dihadapi oleh pembicara, berbicara dapat dibedakan atas enam jenis sebagai berikut :
1.      Pidato presentasi ialah pidato yang dilaksanakan dalam suasana pembagian hadiah
2.      Pidato penyambutan ialah pidato yang berisi ucapan selamat datang pada tamu
3.      Pidato perpisahan ialah pidato yang berisi kata-kata perpisahan/ucapan selamt jalan, selamat tinggal
4.      Pidato jamuan (makan malam) ialah pidato berupa ucapan selamat mendoakan kesehatan buat tamu, dan sebagainya
5.      Pidato perkenalan ialah pidato yang berisi penjelasan pihak yang memperkenalkan tantang nama, jabatan, pendidikan, pengalaman kerja, keahlian yang diperkenalkankepada pendengar
6.      Pidato nominasi (mengunggulkan) ialah pidato yang berisi pujian, alasan, mengapa sesuatu itu diunggulkan (Logan, dkk. 1972:127-129)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Berbicara Faktor-Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
a)      Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu
b)      Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
c)      Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret menunjukkan aktivitas akan lebih mudah dipahami pembicara . Namun, pilihan kata itu tentu harus kita sesuiakan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa berbicara (pendengar).
Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk menyusunnya menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks. Orang yang memiliki kemampuan memilih kata adalah:
1.      memiliki kosakata
2.      memahami makna kata tersebut,
3.      memahami cara pembentukannya
4.      memahami hubungan-hubungannya,
5.      memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah struktural dan logis.

Ada 6 kriteria yang dapat digunakan untuk memilih kata, yaitu:
1.      humanis antropologis
2.      linguistis pragmatis
3.      sifat ekonomis
4.      psikologis
5.      sosiologis
6.      politis.

Berdasarkan kriteria tersebut dapat digunakan beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi
1.      bentuk kata
2.      baku tidaknya kata
3.      makna kata
4.      konkret atau abstraknya kata
5.      keumuman dan kekhususan kata
6.      menggunakan gaya bahasa/majas
7.      idiom.

d)     Ketepatan sasaran pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.
Faktor-Faktor Nonkebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara

Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu retorika yang harus digunakan, yaitu metode dan etika retorika.
Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara mahasiswa akan termasuk dalam kategori “mahasiswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.
Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :
1.   Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.
2.    Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
3.   Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat
4.  Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.
5.     Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah
6.  Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya
7.   Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.

Faktor Penghambat Keefektifan Berbicara
Faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pembicara, sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara (Taryono, 1999:68). Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh
Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan mental yang temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang temporer misalnya rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental yang bersifat laten ada empat jenis yaitu tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe penggumam, dan tipe tuna gairah;
Hambatan lain-lain meliputi:
1.      kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, dan tata makna;
2.      kurangnya pengalaman dalam hal berbicara;
3.      kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang berbicara; dan
4.      adanya kebiasaan yang kurang baik (Taryono, 1999:68-72).

Sedangkan hambatan eksternal menurut Taryono (1999:72-77) meliputi:
1.      hambatan yang berupa suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar ruang;
2.    hambatan yang berupa gerak, sering terjadi dalam berbicara informal, misalnya di atas bus kota, kereta, atau pesawat. Sedangkan pada kondisi formal jarang dijumpai;
3.     hambatan yang berupa cahaya, dapat terjadi jika pembicaraan dilakukan di malam hari atau ruang yang gelap tanpa pencahayaan
4.  hambatan yang berupa jarak, hal ini sering terjadi jika pendengar atau pembicara tidak memperdulikan pentingnya pengaturan jarak bicara antara pembicara dengan pendengar.
5.    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbicara agar berbicara kita efektif antara lain sebagai berikut :

·         Cerdas Menguasai Suasana
Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak akan dia tulis. Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu mempelajari kapan seharusnya tidak berbicara. Kita tentu pernah memdengar pepatah “bicara itu perak, diam itu emas”, entah perkataan itu benar atau tidak akan tetapi sebelum membahasa bagaimana  seharusnya berbicara akan lebih baik kalau kita terlebih dulu memahami bagaimana seharusnya tidak berbicara kita diam bukan berarti tidak bersuara. Mungkin kita sedang mempraktekkan ilmu padi semakin merunduk semakin berisi. Karena didalam berbicara kita harus tahu berbicara dengan siapa dan di mana kita berbicara. Dengan demikian kita bisa menguasai suasana. Sering juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak salah, mengapa demikian karena tidak bisa menguasai suasana. Coba kita renungkan, jika teman kita sedang menghitung uang, apakah kita akan terus menerus berbicara? Tentu tidak, apabila kita kita terus menerus berbicara dengannya besar kemungkinan dia akan salah dalam menghitung uangnya.

·         Buat Pembicaraan atau Percakapan lebih hidup  dan bisa dinikmati oleh semua yang terlibat, adapun caranya sebagai berikut :
1.     Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih dahulu memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu memilih topic-topik yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang kita ajak bicara tidak banyak suka politik.Bila kita lakukan maka kemungkinana besar orang-orang yang kita ajak bicara akan tutup mulut dan secara otomatis pembicaraan kita akan mati.
2.    Meminta pendapat, kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita meminta pendapat dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan demikian pembicaraan kita tidak bisa timbal balik
3.    Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok, sebagai pembicara yang baik kita perlu mengajak orang-orang disekitar  kita atau orang-orang yang kita ajak bicara untuk ikut serta dalam pembicaraan. Khususnya mereka yang tampaknya enggan untuk bergabung dan dengan berbagai macam cara misanya memacing orang yang kurang terlibat itu dengan topic yang anda tahu akan dia nikmati.
4.   Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan, dalam berbicara kita tidak perlu berbicara terus menerus seperti seorang monolog atau interrogator, walaupun demikian juga jangan terlalu sedikit berbicara. Bila kita terlalu pelit berbicara, orang-orang akan menganggap kita tidak cukup pandai atau tidak ramah.
5.     Memancing pendapat, pertanyaan-pertanayaan yang dapat memancing pendapat sangat efektif untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan sosial atau untuk memecahkan keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topic hangat dan yang akan ada dibenarkan orang-orang saat itu.

Kecemasan Berbicara
Kecemasan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaarui rasa cemas karena khawatir, takut dan gelisah. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Retorika Modern” mengatakan bahwa, banyak istilah digunakan untuk menamai gejala kecemasan berkomunikasi, yaitu demam panggung (stage fright), kecemasan berbiccara (speech anviety), atau yang lebih umum stress kerja (performance stress) (Rakhmat, 1994: 65).
Kecemasan berbicara di depan umum berdasarkan beberapa penelitian banya dialami oleh mahasiswa, terbukti dengan banyaknya mahasiswa yang datang ke sub unit layanan bimbingan konseling dengan keluhan kecemasan berbicara di depan umum (Salim. 2004). Tidak hanya terjadi di Indonesia, amerika bahkan menggolongkan kecemasan berbicara didepan umum sebagai kecemasan terbesar.Kecemasan ini menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek akademis. Penanganan kecemasan antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuannya yang disebut self efficacy (Safarino). Self efficacy akan mempengaruhi cara individu yang  bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997). Yang menjadi rumusan  masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat self efficacy, kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa PAI dan adakah hubungan self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa PAI. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat self efficacy, kecemasan berbicara di depan umum dan ada  tidaknya hubungan antara self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa PAI.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan self efficacy sebagai variable bebasa dan kecemasan berbicara sebagai variable terikat. Teknik korelasi Product Moment digunakan untuk menguji hubungan negatif anatar tingkat self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum. Kemudian mengkategorisasikan tingkat self efficacy dan kecemasan berbicara di depan umum dengan menentukan mean dan standart deviasi telebih dahulu, kemudian dilakukan analisis prosentase. Subyek penelitian adalah mahasiswa PAI angkatan 2008-2010 UIN MMI Malang yang  berjumlah 804, dan diambil sampel sebesar 10% yaitu 80 mahasiswa dengan menggunakan tekknik sampel bertujuan penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu skala self efficacy dan skala kecemasan berbicara di depan umum yang disusun sendiri oleh peneliti dalam bentuk skala likert yang berjumlah 30 aitem berdasarkan aspek-aspek self efficacy bandura dan komponen kecemasan berbicara di depan umum yang berjumlah 30 aitem pula didasarkan pada teori Atkinson dkk. Hasil penelitian menunujukkan sejumlah 55% atau 44 mahasiswa memiliki self efficacy pada kategori tinggi, 45% atau 36 sedang dan 0% rendah. Kemudian terdapat 55% atau 44 mahasiswa memiliki kecemasan berbicara kategori sedang, 36, 25% atau 29 tinggi dan 8, 75% atau 7 kategori rendah. Berdasarkan hasil analisa Product Moment ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum dengan r = -.610 p=.000, artinya semakin tinggi tingkat self efficacy mahasiswa maka akan semakin rendah tingkat kecemasan berbicara di depan umum, dan sebaliknya semakin rendah self efficacy mahasiswa maka makin tinggi tingkat kecemasan berbicara di depan umum.
Penyebab Timbulnya Kecemasan Berbicara
Orang mengalami kecemasan berbicara karena beberapa hal:
a)    Tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Ia tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian. Untuk menngobati hal ini, latihan dan pengalaman sangat menenntukan. Pengetahuan akan retorika akan memberikan kepastian kepadanya untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan. Ia dapat memastikan, atau paling tidak  menduga reaksi pendengarnya.
b)  Ia tahu akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous. Penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga dirinya. Tetapi umumnya kita memperhatikan yang kedua. Bagaimana bila kita dipermalukan orang?  Semua yang ditakutkan sebenarnya lebih banyak terdapat dalam persepsi kita daripada dalam kenyataan. Seandainya pidato kita gagal, harga diri kita tidak akan jatuh serendah itu. Apalagi berdasarkan pengalaman, kegagalan itu hanya terjadi padaa percobaan-percobaan pertama saja dan khalayak maklum. Bukankah dahulu kita  jatuh berkali-kali sebelum dapat berjalan.
c)      Situasi yang asing. Situasi ini dapat menimpa bukan pemula, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara yang baik.
Cara Mengatasi Kecemasan Berbicara
Dari beberapa penyebab munculnya kecemasan berbicara, kemudian muncul beberapa cara mengatasi kecemasan berbicara tersebut:
Rakhmat dalam bukunya” Retorika Modern” menyatakan, ada dua metode mengendalikan kecemasan komunikasi atau dalam hal ini kecemasan berbicara. Pertama, metode jangka panjang ; yakni ketika kita secara berangsur-angsur mengembangkan kecemasan berbicara dengan tiga sebab di atas. Kedua, metode jangka pendek; yakni ketika kita harus segera mengendalikan kecemasan berbicara pada waktu (atau sebelum) menyampaikan pidato. Yang pertama adalah proses yang panjang, yang kedua adalah pintu darurat ketika pesawat dalam keadaan bahaya.
Dengan metode pertama, yang pertama-tama kita lakukan adalah meningkatkan pengetahuan kita tentang retorika persiapan, penyusunann dan penyampaian pidato. Pengetahuan retorika memberikan kepastian kepada kita tentang apa yang harus di lakukan dan apa kira-kira reaksi pendengar pada apa yang akan kita bicarakan. Jadilah Isoktrtes dahulu, sebelum menjadi Demosthenes. Kembangkan kreativitas anda dalam memilih topic yang baik, merumuskan judul, menentukan tujuan, dan mengembangkan bahasa.
Langkah berikutnya adalah menjadi Demosthenes. Carilah tempat yang sunyi. Didalam gua di bawah tanah, di pinggir laut, seperti Demosthenes. Masukkan dalam benat anda gambaran hadirin yang anda hadapi. Latihan pidato anda dalam berbagai gaya penyampaian. Ubah suara Anda dalam berbagai cara datar, menaik, menurun; tenang, hidup, bergelora. Para aktor menyebut latihan ini sebagai olah vokal.
Teknik-teknik mengatasi gejala kecemasan berbicara secara cepat adalah mamancing respon dari hadirin pada permulaan berbicara. Dengan menceritakan lelucon, dengan mengajukan pertanyaan yang memancing reaksi halayak, atau dengan melibatkan hadirin dalam kegiatan, anda dapat memutuskan perhatian para hadirin – pemahaman, pendengaran, dan reaksi mereka – pembicara segera bertindak untuk membuat para pendengarnya senang. Focus para hadirin ini juga yang menjadi cara terbaik bagi pembicara untuk menikmati peristiwa pidato, yang diciptakannya. Sebagian gejala kecemasan akan tetap ada, tetapi tehknik relaksasi, perhatian kepada khalayak dan persiapan yang baik akan mengurangi tingkat kecemasan sampai tingkat yang tinggi dan harapan akan keberhasilan, unsure-unsur yang akan di respon oleh pendengar dengan penuh antusiasme dan kesenangan.
Ciri-Ciri Pembicara Ideal
Rusmiati (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.
1.      Memilih topik yang tepat.
Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengarnya.
2.      Menguasai materi.
Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.
3.      Memahami latar belakang pendengar.
Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya.
4.      Mengetahui Situasi.
Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
5.      Mempunyai Tujuan Jelas.
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dan gambling.
6.      Kontak Dengan Pendengar.
Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengarnya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.
7.      Kemampuan Linguistiknya Tinggi.
Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.
8.      Menguasai Pendengar.
Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengarnya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengarnya ke arah pembicaraannya.
9.      Memanfaatkan alat bantu.
10.  Penampilannya meyakinkan.
11.  Berencana.

Merencanakan Pembicaraan
Banyak diantara kita yang berbicara di depan umum dalam suatu kesempatan seperti: Diskusi, ceramah, khutbah atau rapat, bahkan presentasi Tugas Akhir, Skripsi, Tesis dan Disertasi yang tidak menarik bagi audiensi.  Oleh karena itu perlu perencanaan dalam mempersiapkan suatu pembicaraan secara baik, agar tidak terjadi suatu suasana yang tidak diingini dan tak terarah.  Perencanaan tersebut ternyata ada aturan dan mengikuti langkah-langkah tertentu.  Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mempersiapkan pembicaraan tersebut, sebagai bahan.   (Haslizen Hoesin)
Ketahui Subjek Pembicaraan Anda
a)      Pilih sebuah Topik
·       Buat topik menarik untuk anda sendiri. Jika tidak, anda tidak mampu menguasai audiensi.  Pembicaraan yang menarik akan lebih mudah mengemukakannya dan dapat membuat suasana menjadi menarik.
·    Ketahui dengan baik latar belakang pembicaraan, karena hal itu sangat berguna dalam pemulikan ilustrasi, pemikiran, pengarahan dan pembahasan selagi mengutarakannya.
b)      Ketahui Audiensi
Coba analisis tipe dari audiensi anda, misalnya taraf pemikiran mereka apakah mampu menyerap materi yang diberikan, dari segi mana harus dimulai dengan ilustrasi-ilustrasi yang mampu menarik perhatian mereka dan sejauh apa materi tersebut diungkapkan.  Karena suatu pembicaraan yang tidak menarik adalah terlalu enteng atau berat serta tidak menyangkut mereka.Rangsang minat dan pemikiran audiensi kearah materi pembicaraan dengan menyelipkan ilustrasi yang sesuai.
c)       Perhatikan Suasana
·     Akan berbeda halnya  dengan pembicara dalam ruangan kecil dengan ruangan besar.  Suara yang tidak bersemangat atau kurang jelas (lemah), biasanya dapat menghilangkan minat pendengar, bahkan suara yang terlalu keras dapat menghilangkan perhatian.  Untuk itu pilih waktunya dimana penekanan suara (keras) dilakukan pada topik sehingga menarik.
·     Ketahui pula waktu pembicaraan, dimana pendengar mulai bosan atau masih menarik.  Karena hal itu pilih lebih dahulu masalah yang paling penting dan kemudian hal-hal yang kecil diselipkan diantaranya atau buat modifikasinya.


Macam masalah yang dibicarakan
Pembicaraan yang tidak mempunyai spesifikasi tertentu, biasanya menjadi beku dan dingin.  Karena itu perlu diketahui dan  diperhatikan macam pembicaraan apa yang diutarakan/disampaikan.  Anda mungkin memberikan:
·         Kemukakan kepada audiensi suatu proses, metoda atau teori.
·         Beri keterangan tentang kejadian, pesan lembaga dan sebagainya.
·         Ajak audiansi untuk mengetahui hal yang benar atau salah dari suatu permasalahan.
·         Mencari sebab dari suatu kejadian.
·         Menyajikan hal-hal humor dll.
·         Buat Modifikasi dari macam-macam pembicaraan sesuai dengan kondisi serta pemikiran audiensi anda.

Mempersiapkan Materi
·   Kumpulan materi-materi yang penting berupa ilustrasi/gambaran, rencana masalah, contoh, pendapat dan gambaran dll. Untuk dicampur dalam pembicaraan.  Dapat diambil:
·      Pengalaman dan Pemikiran. Jangan mengambil pendapat orang lain begitu saja, pendapat anda harus dimasukkan, dilengkapi dengan data lain dari pengamatan atau sumber-sumber lain.
·         Mungkin juga dari hasil interviu, polling dan sebagainya
·        Dapat juga ditambahkan dari bacaan, radio dan mass media sebagai ilustrasi untuk menarik minat pendengar.
·         Pengumpulan materi tersebut dapat juga dari pendengaran sendiri.

Menyusun Materi Pembicaraan
·         Pilih Satu pusat pembicaraan yang paling penting untuk diingatkan kepada pendengar.
·         Coba kembangkan pusat pembicaraan tersebut dan kemukakan yang baik, menanyakan dan langsung menjawab atau cara lain.
·         Coba juga apakah pendengar sudah dapat menyerap apa yang dikemukakan.
·         Susun materi pembicaraan lebih jauh dengan memperhitungkan satu sama lainnya, apakah tidak terjadi saling menutupi atau mengacaukan.

Buat pendahuluan serta kesimpulan yang baik
(1). Pendahuluan harus segera menarik minat pendengar.
(2). Kesimpulan harus pula dapat diambil searah dengan pendapat pendengar setelah
materi pembicaraan tadi atau coba rangsang mereka untuk menerimanya.
Buat Pembicaraan Dalam Bahasa Yang Sesuai
1)   Hindari kata-kata yang baru bagi pendengar atgau dapat diartikan lain.  Buat kalimat-kalimat yang mudah dimengerti dan tidak membosankan.Artinya Susun kalimat yang baik dan enak yaitu ada pokok, sebutan dan keterangan.
2)   Cari ketika ketika yang baik dalam membahas hal yang rumit agar mudah diterima.  Misalnya kurang dapat mengemukakan suatu analisis ketika pendengar sudah tidak mempeerhatikan lagi.
Latih Cara Mengemukakan Materi
·   Buat pembicaraan menjadi lancar dan kembangkan suasana persahabatan, tidak kaku serta menarik.
·         Gunakan suara dan gerakan yang dapat menolong, tapi jaga jangan sampai berlebihan
·     Kendalikan Emosi, jangan sampai gugup atau tidak bersemangat.  Hindari hal-hal yang dapat membuat anda hilang kendali waktu    membicarakan suatu masalah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar